Tuesday, August 21, 2007
Money n our baby
Dear All,
Maaf ya lama nggak release posting, maklum baru sibuk berat. Tapi hari ini pasti saya sempatkan untuk menulis demi pelepas dahaga akan artikel... walah... Postingan kali ini sengaja saya ambil pada permasalahan uang dan bayi ataupun anak kita.
Mungkin pembaca semua pernah mengalami dimintai uang oleh anka, saudara ataupun tetangga kita yang masih anak-anak. Kalau anak tersebut adalah orang lain bagi kita, pasti di benak kita akan timbul prasangka negatif. Itu merupakan anggapan yang umum. Seperti yang telah berkali-kali saya tekankan bahwa semua itu berawal dari pendidikan keluarga, demikian juga dengan pengenalan uang pada si kecil.
Saat fase pra-sekolah, anak kita pasti sudah bisa mengenal uang, meski belum pada nominalnya, tapi paling tidak dia tahu bahwa uang merupakan alat bayar. Bisa saja di antara kita ada yang setiap hari dimintai uang oleh anak kita untuk keperluan jajan. Dan sebagai orang tua, kita pasti tidak tega untuk tidak memberinya uang, dengan berbagai alasan menangis, ataupun alasan sosial -- teman-temannya jajan semua, dsb.
Padahal, kebiasaan memberi uang pada anak kita dengan mudah itu lebih mempunyai efek buruk yang mungkin akan berlanjut sampai dia dewasa.
1. Tidak berpikir kreatif
Karena kita sering memberi si kecil uang, maka dia pasti akan berpikir bahwa mendapatkan uang itu juga mudah. Tinggal merengek atau meminta, pasti diberikan. Hal ini akan mengakibatkan tumpulnya kreatifitas anak kita. Solusi : Berikan pengertian bahwa tidak mudah mendapatkan uang, harus dengan bekerja. Latihlah anak kita untuk mengerjakan sesuatu terlebih dulu baru kemudian kita berikan uang yang diminta. alau kita ingin menanamkan kewirausahaan sejak dini, inilah saatnya. Si kecil akan terlatih untuk kreatif dalam mengembangkan kemampuannya. Berikan pujian atas hasil jerih payahnya pada saat kita memberinya imbalan uang.
2. Pandangan negatif
Anak yang sering meminta uang kepada ortu dan setiap orang, maka akan menimbulkan citra negatif bagi lingkungannya. Ana yang matre dsb. Solusi : Jangan biasakan memberinya uang setiap saat. Bisa saja kita berikan, namun jangan setiap saat dia meminta.
3. Boros
Anak yang sering mendapatkan uang dengan mudah, pasti akan segera menghabiskan secepatnya untuk membeli apa saja yang diinginkan. Dari jajan, mainan ataupun yang lain. Jika dia terbiasa seperti ini sejak kecil, saya khawatir dia akan berkembang menjadi orang yang boros. Bukannya kita ajari dia untuk berpelit ria, tapi sebaiknya kita arahkan si kecil untuk membelanjakan uang seperlunya saja. Solusi : Arahkan si kecil untuk membeli barang seperlunya, yang penting saja dan berguna. Ajaklah dia untuk sedikit demi sedikit menabung. Apakah nantinya untuk membeli sepeda, buku dsb. Kebiasaan ini akan menanggulangi hidup boros pada anak kita. Tekankan pengertian bahwa tidak semua hal bisa kita miliki.
4. Uang adalah raja
Anak yang terbiasa mendapatkan uang dengan mudah (apalagi dalam jumlah banyak) akan cenderung berpikir untuk menghabiskannya. Segala hal bisa dia beli. Dari membeli mainan, nraktir teman dsb, yang paling akut adalah jika pada akhirnya dia bersifat "Bossy". Biar diakui teman-temannya atau lingkungan sosialnya, uangnya dihabiskan untuk mentraktir mereka. Ini akan berbahaya. Selain meningkatkan egonya, dia juga akan tumbuh menjadi orang yang money oriented. Segala hal bisa dibeli dengan uang. Segala hal dilakukan demi uang. Apapun bisa dilakukan asal ada uang. Baginya, uang adalah segalanya. Solusi : Tanamkan sejak dini bahwa uang bukanlah segalanya. Di suatu saat kita mempunyai uang tapi di saat yang lain, kita kekurangan. Andaikan roda yang berjalan kadang akan di atas kadang juga di bawah. Di sini penting untuk memberikan pendidikan agama bahwa kita juga perlu mengejar kekayaan akhirat, bukan hanya kekayaan dunia.
Mungkin begitu dulu postingan kali ini, nanti kita sambung lagi dengan topik yang (siapa tahu) sama... Semoga berguna bagi kita semua.
Wassalam...
Thursday, August 2, 2007
Speak up in good Pronunciations
Dear All,
Judul di atas kami ambil tuk postingan kali ini … beiar keren sedikit….biar sok go-international….
Sayangnya, cukup sulit mendeteksi, apakah kecadelan di usia 3-5 tahun akan berlanjut terus atau tidak. Karena menyangkut sistem saraf otak yang mengatur fungsi bahasa, yakni area broca yang mengatur koordinasi alat-alat vokal dan area wernicke untuk pemahaman terhadap kata-kata. Kerusakan pada area broca disebut motor aphasiam yang membuat anak lambat bicara dan pengucapannya tak sempurna sehingga sulit dimengerti. Sedangkan kerusakan pada area wernicke disebut sensori aphasia dimana anak dapat berkata-kata tapi sulit dipahami orang lain dan dia pun sulit untuk mengerti kata-kata orang lain.
Sebagai orang tua, tugas kita adalah membimbing buah hati kita sebaik-baiknya, termasuk komunikasi dengan teman-teman dan lingkungannya. Cadel adalah hal yang wajar dan sepele, tetapi jika dibiarkan akan berpengaruh pada psikososialnya.
Demi menghindari timbulnya cadel, kita wajib memberikan contoh kata-kata yang benar untuk menstimulasi vocabulary atau perbendaharaan kata-katanya dengan ucapan yang benar. Paling lambat saat anak berusia 2 tahun seperti Nadia, sebaiknya kita mulai waspada. Sering saya dengar tetangga yang mengajari anaknya dengan kata-kata yang mudah dimengerti anak (ikut-ikutan cadel) tetapi akan berpengaruh buruk bagi pelafalannya. Jangan mengganti bunyi "s" dengan "c" atau "r" dengan "l", dan lain-lain. Ini kerap dilakukan tanpa disadari oleh orang dewasa dengan alasan memudahkan. Yang paling sering adalah konsonan "R", semisal "pergi" jadi "pegi" atau "es krim" jadi "ekim". Ucapkanlah kata-kata tersebut apa adanya, sehingga anak-anak kita akan terbiasa untuk meniru…. Karena fase umur pra sekolah adalah fase meniru. Jika kita berikan yang salah, maka akan salah juga akhirnya dan berakibat sulitnya merubahnya. Hal di atas adalah pencegahan cadel, namun kalau dilihat dari latar belakangnya, cadel terjadi karena 4 penyebab, sebagai berikut :
Kurang matangnya koordinasi bibir dan lidah
Kemampuan mengucapkan kata-kata, vokal dan konsonan secara sempurna, sangat bergantung pada kematangan sistem saraf otak, terutama bagian yang mengatur koordinasi motorik otot-otot lidah. Untuk mengucapkan konsonan tertentu, seperti R, diperlukan manipulasi yang cukup kompleks antara lidah, langit-langit, dan bibir.
Solusi : Orangtua harus meluruskan dengan cara menuntun anak melafalkan ucapan yang benar. Tetapi ingat, orangtua tak boleh memaksakan anak harus langsung bisa, apalagi jika saat itu belum tiba waktu kematangannya untuk mampu melakukan hal tersebut. Pemaksaan hanya membuat anak jadi stres, sehingga akhirnya dia malah mogok berusaha meningkatkan kemahiran berbahasanya. Lakukan pula kerja sama dengan guru, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih maksimal.
Kelainan fisiologis
Cadel yang disebabkan kelainan fisiologis, jumlahnya sangat sedikit. Penyebabnya dibedakan menjadi 3 yakni:
Gangguan pada bagian pendengaran : Gangguan ini dapat berupa adanya kerusakan atau ketidaksempurnaan pada organ-organ yang terdapat di telinga, sehingga bisa memengaruhi pendengaran. Akibatnya, informasi yang diperoleh tidak lengkap sehingga berdampak pada daya tangkap dan tentunya juga memengaruhi kemampuan berbicaranya.
Gangguan pada otak : Di antaranya adalah perkembangan yang terlambat, atau karena penyakit yang diderita seperti radang selaput otak, atau kejang terus-menerus. Beragam gangguan ini dapat menyebabkan gangguan pada fungsi otak sehingga berdampak pada gangguan bicara. Salah satunya adalah cadel.
Gangguan di wilayah mulut : Gangguan ini disebabkan adanya kelainan pada organ-organ di mulut (langit-langit, lidah, bibir, rahang, dan lain-lain). Misal, bibir sumbing, langit-langitnya terlalu tinggi, lidah yang terlalu pendek, rahang yang terlalu lebar, terlalu sempit, atau memiliki bentuk yang tidak proporsional. Namun umumnya kelainan pada organ mulut ini sangat jarang terjadi.
Solusinya : Tergantung dari berat tidaknya gangguan yang ada. Bila penyebabnya termasuk katagori berat, maksudnya penyakitnya tak dapat disembuhkan atau kelainan organnya tak dapat dikoreksi, maka bisa menjadi cadel yang menetap. Namun bila tergolong ringan, maka cadelnya tidak menetap.
Faktor lingkungan.
Misal, karena meniru orangtuanya. Banyak orangtua yang menanggapi cadel anaknya dengan kecadelan pula. Seperti yang telah saya uraikan di atas Akibatnya, malah bisa membuat anak terus berbicara cadel. Padahal saat anak belajar berbicara, ia bisa mengucapkan suatu kata tertentu karena meniru. Nah, kalau orangtua atau orang-orang yang berada di lingkungan terdekatnya berkata cadel, ia akan berpikir, itulah yang benar. Jadilah ia cadel sungguhan.
Solusi : Sudah saya bahas dalam pencegahan cadel. Namun, perlu diingat bahwa mengajarinya untuk tidak cadel jangan sampai dipaksakan. Berikan penghargaan bila ia kembali mampu mengucapkannya dengan baik. Jika orangtua memang cadel, mintalah orang-orang yang berada di lingkungan terdekat untuk memberikan stimulasi kepada anak.
Faktor psikologis.
Contoh, untuk menarik perhatian orangtuanya karena kehadiran adik. Yang semula tidak cadel, tiba-tiba menjadi cadel karena mengikuti
Solusi : Tetap berikan perhatian kepadanya meskipun kita telah mempunyai baby baru. Selain itu, orangtua juga harus terus mengajak anak bicara dengan bahasa yang benar, jangan malah menirukan pelafalan yang tidak tepat.
Demikian dulu postingan kali ini, semoga bermanfaat adanya. Jika ada kekeliruan mohon dikoreksi, karena saya baru belajar untuk menulis.
Wassalam….
Source : Nakita